Wajah Baru Bendungan Situ Gintung
(Suci Handayani, 09 Mei 2011)
6 tahun yang lalu, aku dan temanku melewati sebuah jalan setapak menuju komplek dosen UMJ di Cireundeu untuk menginap di komplek Tersebut. Jalan setapak itu bermesraan dengan sebuah tanggul Situ Gintung dengan air yang menyeruak berlomba-lomba memuntahkan dirinya menuju tepi tanggul. Tak terlintas sama sekali bahwa air yang memenuhi situ tersebut akan berontak suatu hari, di saat warga di sekitarnya sebagian sedang terlelap, menurut beberapa sumber terjadinya sekitar pukul 02.00 pagi. Kejadian tersebut menyisakan porak poranda… bisa terlihat dari foto2 yang diabadikan berikut ini….
(Foto M. Syafiq Detik.com)
Namun, kini Situ Gintung telah memiliki wajah baru, beton-beton kuat dan perkasa seolah telah mengoperasi wajah Situ Gintung yang pernah porak poranda. Bendungan megah menjadi icon baru, penjelmaan bendungan yang modern, yang lebih siap menyongsong masa depan. Bendungan Situ Gintung kini banyak memikat perhatian khalayak untuk menikmati eksotika wajah barunya. Mulai dari para warga sekitar yang sudah mulai mencuri kesempatan untuk membuka ‘’pasar’’, para warga yang bersepeda sambil mengambil foto-foto “fosil” situ yang kini surut airnya, ada juga beberapa anak muda yang hanya numpang bercengkerama memenuhi lingkaran tugu peringatan yang belum sempurna disajikan. Tapi, ada satu hal yang membuat aku miris ketika mengunjungi tempat ini, suara alunan lagu penyambut berupa lagu dangdut reggae yang sudah dimix oleh seorang DJ amatiran diputar dengan lantang menggema di sekitar Dam Baru itu. Memekakan telingaku, walau mungakin menurut sebagian orang terasa menghibur.
Foto By Agus Suprianto, 17 April 2011
Foto By Suci Handayani, 17 April 2011
Foto By Suci Handayani, 17 April 2011
Tuhan, adakah dzikir yang sesekali diselipkan oleh para pengunjung dan warga sekitar untuk mendo’akan para korban yang pernah terseret arus air raksasa tanggul tersebut? Adakah renungan yang dilakukan setiap orang akan bencana yang telah terjadi itu? Bisakah lagu religius yang lebih kita utamakan untuk kita perdengarkan pada para pengunjung, agar para ruh korban yang pernah tersapu bah tersebut lebih tenang, dan hati mereka lebih sejuk di alam baka sana, walaupun kematian mereka tragis dan mengenaskan.
Sejatinya, para pengunjung tidak hanya sekedar mengambil foto di saat berkunjung kesana, namun mereka juga ada baiknya menyempatkan diri untuk berdo’a untuk para korban bencana, walaupun hanya berupa renungan dalam hati, namun lagi-lagi sambil berdo’a… selamat Mendo’akan orang lain untuk kebaikan. Semoga Situ Gintung menjadi bagian dari Dzikrul Maut, agar manusia sadar bahwa maut bisa mengintai kapan saja. Mengingat kematian adalah bagian dzikir manusia untuk mengingat Allah. Alhamdulillah saya antusias mengabadikan foto-foto di atas dengan suami saya, Agus semoga menjadi bahan renungan.(Written by Suci Handayani)